Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Senin, 12 April 2010

Tince sukarti binti mahmud

Tince sukarti binti mahmud
Kembang desa yang berwajah lembut
Kuning langsat warna kulitnya maklum
Ayah arab ibunda cina

Tince sukarti binti mahmud
Ikal mayang engkau punya rambut
Para jejaka takkan lupa
Kerling nakal karti memang menggoda

Jangankan lelaki muda terpesona yang
Tua jompopun gila
Sejuta cinta antri dimeja berada
Sukarti hanya tertawa

Bibirmu hidungmu indah menyatu
Tawamu suaramu terdengar merdu
Tince sukarti hooby memang dia
Bernyanyi
Qasidah rock & roll
Dangdut keroncong ia kuasai...

Tince sukarti ingin menjadi
Seorang penyanyi
Primadona beken neng karti selalu
Bermimpi

Ibu bapaknya enggan memberi restu
Walau sang anak merayu
Tince sukarti dasar kepala batu
Kemas barang dan berlalu

Tince sukarti berlari mengejar mimpi
Janji makelar penyanyi orbitkan sukarti
Jani sukarti hati persetan harga diri
Kembang desa layu tak lagi wangi
Seperti dulu

Godot (Makelar Kasus)

Waiting for Godot atau Menunggu Godot adalah novel karya Samuel Beckett. Tokoh dalam novel itu adalah Vladimir dan Estragon. Dia adalah dua saudara yang sama-sama sedang menunggu Godot, sesuatu yang tidak jelas. Sesuatu yang ia harapkan datang saat mereka membutuhkan namun tak kunjung menghampiri sekedar hanya menyapa.

Sambil menunggu Godot , mereka ngobrol ngalor-ngidul, ngetan ngulon, tak jelas juntrungnya. Merekapun tak jarang berdebat sampai berliur-liur. Kadang sampai bertengkar meributkan sesuatu yang tidak jelas. Ironisnya, mereka ribut terus-terus sampai lupa apa yang sebaiknya dilakukan. Orang-orang yang melihatnya getir, geli bahkan cenderung menertawakan.

Mereka berdua untuk sekedar tidurpun tak lepas dari perdebatan. Mereka berdebat tentang rencana tidur selama menunggu Godot namun kemudian tidak jadi tidur karena takut Godot akan datang dan mereka tidak tahu kedatangannya. Terus-menerus ia berdebat, sampai mata merah karena kurang tidur. Bahkan mereka berdua hampir mati mengenaskan.

Mereka pun sepakat akan gantung diri karena frustasi menunggu Godot yang tak kunjung datang. Namun rencana ini batal karena mereka tidak menemukan kata sepakat tentang siapa yang harus pertama kali bunuh diri. Begitu selalu, terus menerus. Mereka sibuk berdebat tanpa berbuat.

Godot yang dimaksud dalam novel itu bisa apa saja. Bisa sosok manusia, binatang, malaikat, atau apapun. Termasuk dapat pula kita anggap kasus Century atau apapun, terserah kita. Ketika waktu terus berlalu, wajah dua sahabat, Vladimir dan Estragon, itu makin keriput dan rambutnya memutih, Pun demikian dua sahabat itu bisa saya, anda, mereka atau rakyat di Republik ini. Ketika kita berdebat kesana-kemari dan tak ada ujung penyelesaian. Ibarat menunggu Godot hanya sebuah kesia-siaan.

Godot yang kita tunggu tak kunjung tiba. Penyelesaian kasus demi kasus di negeri ini tak kunjung selesai. Dan kita asik dengan perdebatan tak berujung. Tiba-tiba kelak ketika datang seseorang, yang lagi-lagi kita pikir adalah Godot, ternyata orang itu adalah malaikat kematian. Maka, hingga kematian itu menjemput, Godot tidak pernah datang. Menunggu Godot tidak hanya menunggu ketidakpastian, dia juga kesia-siaan.. Godot sekali lagi dapat kita artikan apapun.

Entri 8

Jatuh cinta kadang bisa bikin bahagia tapi juga bikin sakit, karena ada saatnya cinta tak harus saling memiliki. Cinta memang tak harus miliki, tapi itulah cinta yang sesungguhnya, rela berkorban demi kebahagiaan sebuah cinta.


"Tak Saling Memiliki"

saat semua memang harus berakhir..
biarkanlah semuanya berakhir..
jangan pernah menangisi cinta yang pergi..
kaerna mungkin itu yang terbaik..

ingatlah pada sebuah hati
yang takkan pernah membenci..
walaupun sudah tak saling memiliki..

sesungguhnya..
cinta itu tak harus saling memiliki
namun yakinlah..
memang di dunia tak ada yang abadi..!!!


Walaupun Cinta Tak Harus Saling Memiliki, janganlah kita berhenti mencintai, karna cinta sejati adalah ketika kita rela berkorban dan gak memaksakan cinta...

Entri 7

Mungkin akan begitu menyakitkan
atau akan menyebabkan rasa sakit dan menderita
tapi jika kau tak mengikuti hati
kamu akan menangis
Jauh lebih pedih saat kita menyadari
bahwa kita baru mencintai seseorang
Jangan berharap seseorang mencintai mu percis seperti kamu mencintainya
Seorang pecinta terbaik adalah sahabat yang terhebat
Cinta tak pernah begitu indah jika tanpa persahabatan
Jangan pernah takut untuk jatuh cinta
Cinta bukan sekedar perasaan tapi sebuah komitmen
Cinta tak perlu berakhir bahagia karena cinta tak perlu berakhir
‘Cinta sejati mendengar apa yang tidak dikatakan
dan mengerti apa yang tidak dijelaskan’
Cinta tidak datang dari bibir lidah
dan pikiran melainkan dari hati
Jika mencintai harus siap menerima penderitaan
karena mengharapkan kebahagiaan akhir dari sebuah cerita
sedangkan penderitaan adalah awal dari kebahagian.
Lebih baik kehilangan harga diri
dan ego bersama orang yang kita cintai
daripada kehilangan orang yang kita cintai
karena ego tak berguna saat itu.
‘Bagaimana aku akan mengatakan selamat tinggal
pada seseorang yang tidak pernah ku miliki !!!!’
Kenapa tetes airmata jatuh demi orang yang tak pernah menjadi kepunyaan ku!!!
Kenapa aku merindukan orang yang tak pernah bersama ku ?
Kenapa aku mencintai seseorang yang cintanya tak pernah untuk ku…..
Jangan mencintai seseorang seperti bunga
karna bunga mati kala musim berganti
Cintailah dia seperti angin
karena angin berhembus selamanya.
Cinta mungkin akan meninggalkan hatimu
bagaikan kepingan-kepingan kaca,
tapi tancapkan lah dalam pikiranmu
bahwa ada seseorang yang bersedia untuk menambal lukamu
dengan mengumpulkan kembali serpihan-serpihan kaca itu
sehingga akan menjadi utuh kembali …..
Mencintai bukan untuk memiliki tapi sarana untuk mendewasakan diri

Entri 6

Iya, sadar atau gak sadar banyak diantara kita bahkan mungkin kita sendiri yang bersembunyi di balik bayangan kita sendiri.. Mengapa begitu ?? Yup, oleh karena kita gak bisa ngelakuin apa yang harusnya bisa kita lakuin.. Saat kita merasa sedih, kita gak bisa mengungkapkan kesedihan itu.. Saat sedang marah, kita gak bisa mengeluarkan amarah itu.. Saat ingin berteriak, kita gak bisa membuka mulut kita untuk berteriak.. sehingga yang ada masalah-masalah, beban-beban yang ada di pikiran itu menumpuk menjadi segumpalan bola salju yang siap melumat kita ke dalam keterpurukan yang mendalam.

Gak jelas memang & bahkan gw iri ma orang yang bisa blak-blak an karena mereka bisa mengeluarkan segala uneg-uneg mereka tanpa mempedulikan lingkungan sekitar namun efek terhadap diri sendiri menjadi lebih baik... entah karena takut kehilangan respect atau hal lainnya membuat kita menjadi sulit untuk bisa terbuka & blak-blak, so kita hanya bisa menjadi bulan-bulanan bayangan kita sendiri bahkan orang lain...

So what should i do ??? gw ndiri masih berada dibawah bayang-bayang diri sendiri.... huhuhu...

Entri 5

Abdi Oi Fals GrinGgrong 12 April jam 8:56 Balas
Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.

Bagi sebagian orang, termasuk aku tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.

Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.
Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.
Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan apa kabar…
Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.

Lelah dan lelah dan lelah.......

Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..
Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya apakah aku cukup pantas?
Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..
Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..

Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang aku rasakan,
lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.
Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang aku rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.

Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.
Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan Aku mencintaimu
Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan aku baik-baik saja
Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.

Akhirnya, bagiku, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.

Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..
Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib.
Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa aku juga bukan manusia super..
Bahwa aku juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.
Bahwa aku juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.
Bahwa dengan segala kekurangan yang ada aku berani mencintai..
Bahwa aku bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..
Bahwa aku bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..
Bahwa aku mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..
Bahwa aku masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..

Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah Zona yang terbentuk karena aku merasa tidak berdaya.

Dimana aku merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.
Dimana aku tidak berani untuk membangun sebuah harapan
Dimana aku tidak berani untuk mengatakan Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja.

Dan ini adalah pilihan terakhir yang aku miliki,

Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski sangat susah dan hampir mustahil bagiku untuk tidak mengingatnya.

Semoga aku bisa.

Dan hingga hari ini, aku masih mencintainya
ku sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam

Karena bagiku , lebih susah untuk tidak mencintainya.
aku sadar ini adalah sebuah salib yang harus ku pikul.

Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.
Dariku yang akan selalu mencintaimu dalam diam...

Entri 5

Abdi Oi Fals GrinGgrong 12 April jam 8:56 Balas
Mencintai seseorang bukan hal yang mudah.

Bagi sebagian orang, termasuk aku tentunya, mencintai orang merupakan proses yang panjang dan melelahkan.

Lelah ketika kita dihadapkan pada suatu keadaan yang tidak seimbang antara akal sehat dan nurani.
Lelah ketika kita harus menuruti akal sehat untuk berlaku normal meski semuanya menjadi abnormal.
Lelah ketika mata menjadi buta akibat dari perasaan yang membius tanpa ampun.
Lelah ketika imaginasi menjadi liar oleh khayalan yang terlalu tinggi.
Lelah ketika pikiran menjadi galau oleh harapan yang tidak pasti.
Lelah untuk mencari suatu alasan yang tepat untuk sekedar melempar sesimpul senyum atau sebuah sapaan apa kabar…
Lelah untuk secuil kesempatan akan sebuah moment kebersamaan.
Lelah untuk menahan keinginan untuk melihatnya..
Lelah untuk mencari secuil kesempatan menyentuh atau membauinya.

Lelah dan lelah dan lelah.......

Hanya sebuah sikap diam dan keheningan yang lebih saya pilih..
Diam menunggu sang waktu memberi sebuah moment.
Diam untuk mencatat segala yang terjadi.
Diam untuk memberi kesempatan otak kembali dalam keadaan normal.
Diam untuk mencari sebuah jalan keluar yang mustahil.
Diam untuk berkaca pada diri sendiri dan bertanya apakah aku cukup pantas?
Diam untuk menimbang sebuah konsekuensi dari rasa yang harus dipendam.
Diam dan dalam diam kadang semuanya tetap menjadi tak terarah..
Dan dalam diam itu pula, saya menjadi gila karena sebuah rasa dan pesona tetap mengalir..

Sayangnya, dalam keheningan dan diam yang aku rasakan,
lebih banyak rasa galau daripada sebuah usaha untuk mengembalikan pola pikir yang lebih logis.
Galau ketika mata terus meronta untuk sebuah sekelibat pandangan.
Galau ketika mulut harus terkatup rapat meski sebuah kesempatan sedikit terbuka.
Galau ketika mencintai menjadi sebuah pilihan yang menyakitkan
Galau ketika mencintai hanya akan menambah beban hidup
Galau ketika menyadari bahwa segalanya tidak akan pernah terjadi
Galau ketika tanpa disadari harapan terlanjur membumbung tinggi
Galau ketika semua bahasa tubuh seperti digerakan untuk bertindak bodoh.

Dalam kelelahan, diam dan kegalauan yang aku rasakan selama ini, ada rasa syukur atas berkat dari Sang Hidup atas apa yang saya alami.

Syukur ketika rasa pahit menjadi bagian dari mencintai seseorang.
Syukur ketika berhasil memendam semua rasa untuk tetap berada pada zona diam.
Syukur untuk sebuah pikiran abnormal namun tetap bertingkah normal
Syukur ketika rasa galau merajalela tak terbendung.
Syukur ketika rasa perih tak terhingga datang menyapa.
Syukur karena tak ditemukannya sebuah nyali untuk mengatakan Aku mencintaimu
Syukur ketika perasaan hancur lebur menjadi bagian dari mencintai.
Syukur ketika harus menyembunyikan rasa sakit dan cemburu dalam sebaris ucapan aku baik-baik saja
Syukur atas rahmat hari yang berantakan akibat rasa pedih yang teramat dalam.

Akhirnya, bagiku, keputusan untuk mencintai melalui sebaris doa menjadi pilihan yang paling pantas.

Dalam doa, akhirnya, semuanya kita kembalikan kepada Sang Hidup..
Bahwa mencintai seseorang itu seperti memanggul sebuah salib.
Bahwa terkadang akal dan perasaan campur aduk tak tentu arah.
Bahwa aku juga bukan manusia super..
Bahwa aku juga tidak bisa berlaku pintar sepanjang waktu, setiap hari.
Bahwa aku juga punya kebodohan yang kadang susah untuk diterima akal sehat.
Bahwa dengan segala kekurangan yang ada aku berani mencintai..
Bahwa aku bersedia membayar harga dari mencintai seseorang..
Bahwa aku bersedia menanggung rasa sakit yang luar biasa..
Bahwa aku mampu untuk tetap hidup meski rasa perih terus menjalar..
Bahwa aku masih memiliki rasa takut akan kehilangan dalam hidup..

Dan hari ini, dari semua pembelajaran yang telah saya terima,
Berkembang menjadi sebuah bentuk KEPASRAHAN.
Sebuah Zona yang terbentuk karena aku merasa tidak berdaya.

Dimana aku merasa tidak memiliki kemampuan untuk membuat segalanya menjadi mungkin.
Dimana aku tidak berani untuk membangun sebuah harapan
Dimana aku tidak berani untuk mengatakan Aku mencintaimu, mari kita pastikan segalanya, dan semuanya, hanya untuk kita berdua saja.

Dan ini adalah pilihan terakhir yang aku miliki,

Mencintai dalam kepasrahan, tanpa berharap dan tanpa meminta.
Meski sangat susah dan hampir mustahil bagiku untuk tidak mengingatnya.

Semoga aku bisa.

Dan hingga hari ini, aku masih mencintainya
ku sadar hal itu akan memberi rasa perih yg teramat dalam

Karena bagiku , lebih susah untuk tidak mencintainya.
aku sadar ini adalah sebuah salib yang harus ku pikul.

Dalam perjalanan yang melelahkan, dalam diam dan keheningan
Dan tentunya dalam sebuah KEPASRAHAN yang teramat dalam.
Dariku yang akan selalu mencintaimu dalam diam...